Din Minimi, Amnesti, dan Makan Malam di Istana







 MISTERI orang-orang yang terlibat dibalik kesediaan Din Minimi turun gunung belum sepenuhnya terungkap. Namun, dari keterangan sejumlah orang yang terlibat, ada satu benang merah: presiden terlibat sebelum Din bersedia berdamai.

Pada 4 Januari lalu, Kepala Badan Intelijen Negera (BIN) Sutiyoso mengatakan ia berani menjanjikan amnesti kepada Din Minimi setelah mendapat kepastian dari Presiden Jokowi. Setelah itu, barulah pada 28 Desember 2015, Sutiyoso bertemu Din Minimi di Julok, Aceh Timur. Dalam kesempatan itu, Din Minimi mengaku sempat bicara dengan Presiden Jokowi lewat telepon seluler milik Sutiyoso.

"Sebelum ini berjalan, saya berkoordinasi (dengan Presiden). Kan harus saya yakini dulu bahwa ini bisa diproses di kemudian hari, baru kita tawarkan ke dia. Kalau tidak bisa, saya tidak berani lanjut," kata Sutiyoso, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, usai menyampaikan surat terkait amnesti untuk Din Minimi kepada Presiden Jokowi.

Namun, Sutiyoso tak bekerja sendiri. Upaya membuat Din Minimi turun gunung juga melibatkan Juha Christensen, warga Finlandia yang sebelumnya berperan dalam tercapainya perjanjian damai yang melahirkan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Kepada Tempo, Juha bercerita, kasus Din Minimi membuatnya resah. Ia merasa bertanggung jawab memelihara kelangsungan perjanjian damai di Aceh. Dalam benaknya, perlawanan Din Minimi terhadap Pemerintah Aceh bisa mengancam kelangsungan perdamaian.

Maka ketika menghadiri jamuan makan malam di Istana Presiden di Jakarta pada 3 November 2015, Juha menceritakan kerisauannya kepada Sutiyoso yang juga hadir di sana. Mereka pun terlibat diskusi intens, berusaha mencarikan solusi agar Din Minimi bersedia turun gunung.

“Tidak ada orang lain yang tahu tentang operasi ini kecuali saya dan Pak Sutiyoso,” kata Juha Christensen seperti dikutip Tempo 8 Januari 2016.

Menurut Juha, sebelum itu memang ada inisiatif pihak lain yaitu lembaga swadaya masyarakat dan media untuk menghubungi Din Minimi. Tetapi, kata Juha, operasi dia tersendiri dan tidak ada hubungan dengan orang dan pihak lain. Sehingga, operasi itu berhasil membuat Din Minimi dan kelompoknya turun dari persembunyiannya di gunung di Aceh Timur, dan menyerahkan senjatanya. Sutiyoso merangkul Din Minimi ketika ia hendak menyerahkan senjatanya.

Tentang keterlibatan Juha juga diakui Din Minimi. Kepada wartawan beritagar.co.id yang menemuinya usai turun gunung, Din Minimi menjelaskan posisi Juha.

"Juha Christensen datang ke tempat saya di gunung (tempat pelarian), sekitar awal Desember. Saya sudah mengenalnya ketika masa konflik dan perdamaian. Dia dua kali datang ke gunung dan meyakinkan saya tentang jalan ini (penyerahan diri dan amnesti). Ketika turun, dia menemui Pak Sutiyoso, dan barulah Pak Sutiyoso menjumpai Presiden. Setelah itu Pak Sutiyoso menemui saya," kata Din Minimi, 4 Januari 2016.

(Baca: Din Minimi Bicara; Masa Kecil, Cita-cita, dan Arti Indonesia)


Namun, belum lagi amnesti untuk Din Minimi turun, sejumlah pihak membuat pernyataan yang membuat suasana kian gaduh. Kapolri Badrodin Haiti, misalnya, mengatakan Din Minimi tetap harus diproses hukum terkait sejumlah tindakan kriminal yang diduga dilakukannya, termasuk pembunuhan dua intel TNI.

Din Minimi sendiri berkali-kali memastikan bersedia turun gunung karena dijanjikan pengampunan atau amnesti.

"Kalau ada proses hukum, kembalikan senjata saya, biar kita perang lagi. Jangan main-main. Kita sudah baik-baik dengan yang sana (pusat). Jangan bicara hukum ini itu, saya tahu hukum juga. Pemberian amnesti itu hak presiden. Panas kuping kalau bicara hukum terus. Jangan khianati saya lagi," kata Din Minimi dengan nada tinggi. []

Komentar