Melihat Mimbar Kuno Aceh di Masjid Indrapurwa

Terbuat dari kayu keras berkualitas tinggi, mimbar itu mengerucut ke atas, mengingatkan pada stupa dalam seni Hindu. Di sekujur mimbar setinggi 2,5 meter itu terpahat hiasan bunga-bunga yang disebut dekorasi floral. Hiasan unik juga terlihat pada pintu mimbar. Pad abagian samping dan belakang mimbar, ada hiasan kaligrafi ala Persia.

Untuk duduk di mimbar, khatib harus menaiki tiga anak tangga. Celah di tiap sudut atapnya menempel kayu berukir seperti sisik ular, mencerminkan tingginya seni dan budaya.

Pada mimbar juga terdapat angka Arab bertulis 1276 Hijriah. Dalam kalender masehi, ini sama dengan tahun 1858. Tahun itu diyakini sebagai tahun mimbar itu diukir, meski ada juga yang bilang mimbar itu sudah ada jauh sebelumnya.

Mimbar itu terdapat di Masjid Indrapurwa. yang berada di kaki bukit Lampageu, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Letaknya di kawasan Ujong Pancu, tak jauh dari pantai Ulee Lheu, Banda Aceh. Dulunya, Indrapurwa adalah salah satu kerajaan Hindu di Aceh, selain Indrapuri yang juga terletak di Aceh Besar.

Konon kabarnya, Masjid Indrapurwa ini dibangun sejak abad ke-17, pada masa Sultan Iskandar Muda. Seperti Masjid Tuha Indrapuri, masjid Indrapurwa ini juga dibangun di atas reruntuhan pura milik Kerajaan Hindu Indrapurwa. (Baca: Masjid di Aceh Ini Dibangun di Atas Pertapakan Kuil Hindu)




Masjid Indrapurwa yang sekarang tidak lagi berada di posisi aslinya. Bangunan aslinya berada di sekitar Pulau Tuan, Lambaro, Kemukiman Lampague. Kawasan itu kini telah menjelma menjadi lautan. Hanya onggokan bukit Pulau Tuan yang terlihat di permukaan. Pertapakan masjid sudah tenggelam di dasar laut.

Menurut Faisal Mahmud, tokoh warga setempat, Masjid Indrapurwa sudah beberapa kali mengalami pemindahaan, karena tergerus abrasi. Posisi terakhir bertahan di Lambadeuk, sekira 3-4 kilometer dari pertapakan awal.

Ketika tsunami melanda 26 Desember 2004, Masjid Indrapurwa yang saat itu masih berkontruksi kayu, bercorak tradisional dan beratap segitiga, lenyap disapu ombak setinggi sembilan meter. 600 jiwa penduduk desa ini jadi korban. Setelah tsunami, masjid dibangun kembali dalam konstruksi beton dan tidak lagi mengikuti corak bangunan lama.






Berbagai benda bersejarah yang dulu tersimpan dalam masjid seperti kitab kuno, piring-piring keramik peninggalan kerajaan, guci kuno raib ditelan gelombang. Satu-satunya yang tersisa dari amuk laut adalah mimbar.

Mimbar itu sendiri ditemukan tercampak di kaki bukit Lampageu, sekitar satu kilometer dari pertapakan masjid. Kondisinya waktu ditemukan sudah rusak di sana-sini. Warga kemudian memperbaikinya dengan tetap mengikuti corak aslinya. Hal ini untuk mempertahankan jejak sejarah Indrapurwa.

“Anda bisa lihat kayu yang kami gunakan sangat jauh berbeda dengan kayu bawaannya yang hitam mengkilap. Itu kayu zaman dulu yang tidak bisa kami temukan lagi sekarang. Kualitasnya sangat bagus,” kata Faisal.

Mimbar ini hingga sekarang masih digunakan. Masjid Indrapurwa dibangun kembali setelah tsunami, di samping pertapakan awal atau sekira 400 meter dari bibir pantai. Kontruksinya beton. Sayangnya pembangunan yang didanai Jepang ini, sama sekali tak mengikuti pola dasarnya yang bergaya Indra.[] Sumber: Okezone.com

Komentar